KEPUTUSAN IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA SE- INDONESIA III Tentang
MASA`IL ASASIYAH WATHANIYAH
(Masalah Strategis Kebangsaan)
I. PRINSIP AJARAN ISLAM TENTANG HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.
- Kesepakatan bangsa Indonesia untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi merupakan ikhtiar untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan kehidupan bersama, di mana kesepakatan ini mengikat seluruh elemen bangsa.
- Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, baik dalam hal suku, ras, budaya maupun agama. Karenanya, bangsa Indonesia sepakat untuk mengidealisasikan bangsa ini sebagai sebuah bangsa yang majemuk tetapi tetap satu, dengan semboyan bhineka tunggal ika.
- Umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa Indonesia harus terus menjaga konsensus nasional tersebut.
- Dalam hal kemajemukan agama, negara mengakui eksistensi beberapa agama, di mana masing-masing agama tersebut mempunyai posisi yang sama di dalam konstitusi negara. Negara menjamin warganya untuk memeluk agamanya masing-masing.
- Islam mengakui eksistensi agama lain tanpa mengakui kebenaran ajaran agama tersebut, sebagaimana pada masa Nabi juga diakui eksistensi agama selain Islam, antara lain Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
- Dalam konteks berbangsa dan bernegara, setelah proklamasi 1945 Islam memandang posisi umat beragama sebagai sesama bagian warga bangsa yang terikat oleh komitmen kebangsaan sehingga harus hidup berdampingan secara damai dengan prinsip mu’ahadah atau muwatsaqah, bukan posisi muqatalah atau muharabah.
- Dalam rangka menghindarkan adanya konflik antar pemeluk agama di Indonesia, negara wajib menjamin warganya untuk menjalankan agamanya dan melindungi kemurnian agama sesuai dengan ajaran agama masing-masing dari setiap upaya penodaan agama.
- Setiap orang, kelompok masyarakat, lembaga atau organisasi yang melakukan penodaan agama, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, maka negara harus menindaknya secara tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DASAR PENETAPAN
2. Q.S. Al-Baqarah[2]: 256
”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
4. QS. An-Nisa [4] : 9
6. Q.S. Al-Hujurat[49]: 13
7. Hadis Nabi SAW. :
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka” (HR. Abu Daud dan al-Hakim).
8. Hadis Nabi SAW. :
II. PERAN AGAMA DALAM PEMBINAAN AKHLAK BANGSA
1. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang memiliki nilai-nilai luhur (akhlakul karimah). Agama merupakan sumber akhlak untuk membina akhlak bangsa. Oleh karena itu pembinaan akhlak bangsa tidak dapat dilepaskan dari peran agama.
2. Dalam konteks pengelolalan negara yang baik (good governance) dan pembangunan bangsa yang maju dan beradab, terwujudnya akhlak (etika-moral) yang kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat diperlukan.
3. Saat ini bangsa Indonesia berada di ambang tubir krisis akhlak seiring dengan semakin menggejalanya kurangnya kejujuran, solidaritas sosial, dan semakin menggejalanya etika yang lemah di antara masyarakat. Oleh karenanya diperlukan pembinaan intensif akhlakul karimah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4. Pembinaan tersebut dilakukan melalui pendidikan dan sosialisai nilai-nilai agama yang terintegrasi dengan nilai-nilai yang menjadi dasar karakter bangsa dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.
5. Pemerintah berkewajiban mendorong sosialiasi nilai-nilai agama yang terkait dengan pembinaan akhlak bangsa sejak usia dini dalam segala kegiatan pembangunan. Bersamaan dengan itu diperlukan tindakan sanksi-sanksi yang tegas terhadap berbagai pelanggaran akhlakul karimah.
6. Perlu adanya gerakan nasional pembinaan akhlak bangsa yang bersumber dari nilai-nilai agama yang disponsori oleh pemerintah.
DASAR PENETAPAN
1. QS. Al-Isra [17]: 23
”Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
2. QS. Luqman [31]: 15“dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,”.
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
113. Hadits Nabi SAW
”Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW. Bersabda: ”barangsiapa melahirkan seorang anak maka berilah nama yang bagus dan mengajarinya akhlak…” (HR. Al-Baihaqi)
14. Kaedah Fiqhiyah
15. Pendapat al-Ghazali dalam “Ihya’ ‘ulum ad-din”
”rusaknya rakyat dikarenakan rusaknya para penguasa, rusaknya para penguasa dikarenakan rusaknya para ulama, seandainya tidak ada para hakim (qadhi) yang buruk dan ulama yang buruk maka akan sedikit penguasa yang rusak, karena takut untuk mengingkari mereka”.
16. Pendapat Ulama
“Suatu umat tergantung pada akhlaknya, jika akhlaknya telah tiada maka umat akan hancur”
III. IMPLEMENTASI ISLAM RAHMATAN LIL-ALAMIN DAN SHALIHUN LIKULLI ZAMANIN WA MAKANIN DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA.
1. Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT merupakan agama yang dapat menjawab segala persoalan yang muncul, termasuk permasalahan kebangsaan dan kenegaraan.
2. Ajaran Islam dapat menerima nilai-nilai universal yang dibawa arus modernisasi dan globalisasi sepanjang nilai-nilai tersebut sesuai dengan ajaran Islam.
3. Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara merupakan kesepakatan bangsa Indonesia, termasuk umat Islam Indonesia.
4. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara merupakan ideologi terbuka. Dalam rangka mewujudkan amanat dasar negara dan konstitusi maka agama harus dijadikan sumber hukum, sumber inspirasi, landasan berfikir, dan kaedah penuntun dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Karena Islam merupakan ajaran yang rahmatan lil alamin dan shalihun likulli zamanin wa makanin, maka ajaran Islam harus menjadi sumber dalam penataan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
6. Para ulama, zuama dan cendekiawan muslim berkewajiban untuk menyusun, mengelaborasi konsep-konsep dan pemikiran Islam secara komprehensif meliputi politik, ekonomi, sosial, budaya, dsb.
DASAR PENETAPAN
1. Q.S. Al-Baqarah[2]: 2
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
2. Q.S. Al-Anbiya’[21]: 107
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
3. Q.S. Al-Maidah[5]:3
“Pada hari Ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
4. Q.S. Al-Ahzab[33]:36
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata".
5. Q.S. Al-An’am [6] :116
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”.
6. Q.S. Al-Mukminun [23]:71
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Qur'an) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
7. Q.S. At-Taubah[9]: 23
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.
8. Q.S. Hud[11]: 61
“dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
9. Hadits Nabi SAW
Dari Abu Tsa'labah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan sia-siakan, dan telah menggariskan ketentuan-ketentuan, maka jangan kalian melewatinya, dan telah mengharamkan beberapa hal, maka jangan kalian melanggarnya, dan mendiamkan banyak hal karena belas kasihNya kepada kalian (kecuali dalam keadaan lupa), maka janganlah kalian membahasnya". (HR. ad-Daru Quthni dan lainnya)
10. Hadits Nabi SAW
"kalimah hikmah adalah barang berharga milik orang Islam yang hilang, oleh karenanya di manapun orang Islam mendapatkannya maka ia berhak terhadapnya" (HR. Muslim)
1. Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
2. Memilih pemimpin (nashbu al imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama
3. Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.
4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib.
5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.
- Umat Islam dianjurkan untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar.
2. Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelenggaraan pemilu agar partisipasi masyarakat dalam menunaikan hak pilih mereka dapat meningkat.
Comments :
0 komentar to “Keputusan Ijtima Ulama tentang Masalah Kebangsaan”
Post a Comment